Mengalah Untuk Menang

 

 

By : Aida Nuraini                    

“Sing waras ngalah”  seringkali kita mendengar pepatah ini sejak dulu, bahkan hingga kini pun masih sering kita dengar baik sebagai nasihat dari orang yang lebih tua,  sesama teman, atau kadang sebagai bahan guyonan dalam percakapan sehari-hari.

Teringat beberapa waktu yang lalu, sempat merasa kesal ketika disalip kendaraan lain selagi antri di pintu masuk tol. Walau dengan sedikit terpaksa akhirnya saya mengalah. Saya “sing waras” berpikir seandainya  sama-sama tidak mau ngalah, mungkin  sudah terjadi kecelakaan meskipun cuma sempetan, dan kalau sudah begitu hasilnya saya juga yang rugi.

Ahhh….. jadi terkenang masa kecil dulu.  Bersama dengan kakak dan adik-adik, kadang kita berebut mainan dan sudah bisa ditebak siapa pemenangnya. Seratus persen adik kita yang menang, karena orang tua kita yang menengahi pasti akan menyuruh kita untuk mengalah pada adik yang lebih kecil. Sebagai seorang kakak, kita dianggap sudah lebih mengerti dan bisa legowo untuk mengalah. Orang tua mengkondisikan bahwa harus ada yang mau mengalah untuk kebaikan bersama. Dan sebagai anak yang lebih tua harus bisa memahami itu. Betapa sekarang kita menyadari bahwa orang tua melakukan itu dalam mendidik anak-anaknya tidak lain bertujuan untuk kebaikan semua  supaya menjadi bekal kelak di kemudian hari.

Barangkali inilah yang dimaksud dengan istilah “Mengalah untuk Menang”. Secara sederhana bisa dijelaskan maksudnya adalah “Mengalah untuk kebaikan/keselamatan bersama”. Kita mengalah bukan berarti  kalah, namun sikap bijak tertanam di dalamnya. Dengan mengalah, justru kita sudah berhasil menghindari terjadinya sesuatu yang dapat berakibat negatif yang bisa merugikan semua pihak, dan pada gilirannya, pada suatu saat nanti semua pihak bisa melihat dan merasakan dampak positif dari sikap mengalah tersebut.  Inilah “kemenangan” yang sebenarnya yang seharusnya kita raih.

Salah seorang guru kita di SMP Negeri 27 yaitu  Bpk. Anwar (Alm.) juga pernah mewasiatkan hal ini pada saya. Ketika itu sepulang dari acara Reuni Akbar SMP 27 pada bulan April 2011, saya menyempatkan diri berkunjung ke kediaman beliau untuk bersilaturahmi. Beliau memberi petuah, bahwa jika ingin hidup kita selamat, hendaknya kita selalu bersikap mengalah untuk menang. Inilah yang menjadi prinsip hidup beliau sejak dulu. Terlihat dari pancaran wajahnya yang tulus ikhlas dan bersahaja. Saat itu saya baru memahami itulah yang menjadi rahasia kesuksesan beliau dalam mendidik putra-putrinya.

Dalam kehidupan, berselisih paham itu suatu hal biasa. Kekalahan memang kita hindari, namun mengalah demi kebaikan bukan berarti membiarkan kemenangan diraih orang lain dan membiarkan kemenangan pergi dari kita. Namun mengalah adalah atas dasar yang jelas bahwa pada saat itu kemenangan belum tepat untuk kita dan membiarkan kemenangan pergi untuk mereka yang membutuhkan. Kita memang kalah dalam arti waktu namun kita menang dalam segi sikap dan kebaikan.

Selanjutnya, bagaimana tindak lanjut dari sikap mengalah untuk menang tersebut? Cukupkah sampai disitu saja? Ataukah kita berusaha mendapatkan kemenangan sejati dari sikap mengalah itu? Dalam perselisihan, harus ada tindak lanjutnya sebagai  “obat” untuk meraih kemenangan sejati. Setelah suasana kondusif, pihak-pihak yang berselisih perlu membicarakan persoalan tersebut dan menyelesaikannya hingga tuntas. Dalam hal ini diperlukan pihak ketiga sebagai penengah yang akan memediasi kedua belah pihak yang berselisih. Semua pihak harus menyadari bahwa langkah ini dilakukan untuk kebaikan dan keselamatan bersama. Dengan demikian, in sya Allah semua pihak akan menjadi pemenangnya.

481 Comments

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *